Cerbung: Kekasih Pilihan (Part 5)
![]() |
Edit by: Canva |
Part 5
Di tengah lamunanku, aku tidak menyadari kalau seorang pria datang mendekat.
"Assalamu'alaikum," ucap seorang pria berperawakan tinggi berkulit putih dengan kacamata yang bertengger di hidungnya yang mancung, aku seperti pernah melihatnya tapi aku tidak begitu ingat dimana.
"Wa'alaikumussalam," jawabku singkat.
"Kamu Nadya Widya Sari kan?" tanyanya lagi, aku semakin yakin dulu aku pernah bertemu dengannya.
"Ya. Kamu siapa ya?"
"Kamu lupa? Apa aku harus perkenalkan diri lagi?" tanyanya sambil tersenyum mencoba mengingatkanku dengan sesuatu hal.
"Oh kamu yang menjadi terbaik kedua waktu itu?" kini aku berbalik bertanya. Gayanya persis seperti siswa waktu itu tapi aku lupa dengan namanya.
"Perkenalkan aku Azzam Fikri Maulana dari jurusan Tehnik Informatika," katanya sambil tersenyum tanpa sengaja akupun ikut tersenyum, mengulang kejadian itu setelah sekian tahun sangat lucu apalagi dengan penampilan dia yang dulu sangat jauh berbeda, dia yang sekarang jauh lebih berkharisma.
"Kamu bilang kamu kuliah di UNPAD tapi kok tidak pernah ketemu?" tanyaku mulai cair.
"Aku tidak jadi di UNPAD Nad, aku kuliah disini karena Papaku tidak mengizinkanku merantau karena sekalian bantu Papa di Perusahaan," jawab Azzam.
"Oh pantes aku cari nama kamu di data mahasiswa baru tapi kok tidak ada,"
"Cieee yang nyariin," kata Azzam.
"Apaan sih, kan kamu sendiri yang bilang nanti barengan lagi, taunya kamu sendiri yang ngilang,"
"Iya hehe, kayaknya lebih seru ya kalau kuliah di perantauan,"
"Tidak juga sih, cuma bagi aku emang karena suatu alasan aja ke perantauan," kataku sendu.
"Karena Ari?" tanya Azzam sambil menatapku lekat-lekat. Aku menoleh ke arahnya lalu mengalihkan pandangan ke arah toko buku di seberang jalan.
"Bisa dibilang begitu," jawabku lirih, "eh kamu tau apa soal aku sama Ari?" tanyaku tidak menyangka.
"Aku tau banyak hal kok tentang kamu jadi jangan kaget, hehe,"
"Kok bisa?"
"Bisalah. Karena kamu cinta pertama dan terakhirku," celetuk Azzam dengan santai, aku langsung merasa seperti ada sambaran petir yang menggelegar pengungkapan Azzam langsung membuyarkan segalanya.
"Aku sudah lama mengagumi kamu dalam diam, mungkin dari awal masuk SMA saat pertama kali aku melihat seorang siswi sederhana yang sangat ceria dan ramah, seorang siswi yang aneh karena lebih memilih bergaul dengan empat pria, siswi aneh yang selalu masuk di jam pelajaran Geografi di kelas IPS 1 setiap hari rabu," kata Azzam panjang lebar sembari tersenyum menatap cup minuman di tangannya. "Tapi entah kenapa mendekati ujian siswi itu tidak lagi muncul di kelas IPS 1, padahal setiap hari rabu aku selalu menunggu kehadirannya di kelas," lanjutnya lagi.
Aku menatap wajah Azzam lekat-lekat, ternyata selama ini yang aku lihat hanya Ari sampai-sampai aku tidak mampu melihat bahwa sebenarnya ada orang yang begitu mengagumiku, orang yang dengan lugu memendam perasaannya padahal ia tahu perasaanku untuk siapa. Aku tertunduk malu sambil meneteskan air mata.
"Setelah hari itu aku tidak pernah menemukan tawa dan keceriaan dari siswi itu lagi, setiap kali aku melihatnya dari jauh hanya wajah mendung yang mampu kulihat. Aku tahu mungkin hatinya sedang patah karena semangatnya telah hilang bersama orang lain. Maaf ya, aku tidak bisa hadir disaat-saat seperti itu," kata Azzam dengan mata nanar menatap ke arahku. "Satu hal lagi, aku tidak tau kamu sudah mendengar kabar itu atau belum, aku hanya ingin kamu bangkit dan membuka hati." Lanjut Azzam dengan penuh penekanan.
"Kabar apa?"
"Kabar tentang Ari,"
"Oh aku sudah lupa kok soal Ari, bagiku dia mau pergi ke ujung dunia manapun aku sudah tidak peduli, mau dia sama siapa juga bukan lagi urusanku," kataku penuh penekanan.
"Kamu yakin belum dengar kabar apapun soal Ari?" tanya Azzam lagi dengan tatapan sendu.
"Aku tidak mau bahas soal Ari lagi!" ucapku tegas.
"Ari sudah dipanggil sama Allah Nad,"
Deggg, seketika telingaku seperti diteriaki ribuan orang. Rasanya seperti halilintar menyambar tepat di ujung kepalaku, tubuhku hampir saja runtuh, aku tersentak ke belakang untungnya sandaran kursi itu masih mampu menopang tubuhku. Pikiranku hilang, semua seperti kosong, dunia seakan hitam pekat sekali sampai aku tidak mampu melihat siapapun, dan ternyata aku telah pingsan, aku tidak sadarkan diri entah kemana Azzam membawaku pergi.
Aku membuka mata perlahan, atap langit-langit ruangan langsung menyadarkanku bahwa ini adalah kamarku. Aku tidak tahu bagaimana Azzam membawaku ke rumah, aku mendengar suara riuh di ruang tamu, Papaku sedang tertawa begitu renyah, samar-samar aku mendengar suara Azzam juga. Dengan langkah gontai aku pergi ke ruang tamu untuk memastikan.
"Eh anak mama sudah sadar," sambut mamaku dengan senyum sumringah, padahal anaknya baru saja pingsan tapi ia tidak ada sama sekali guratan kekhawatiran, aku merasa aneh.
"Zam nanti lain kali kalau mau kesini bilang sama Om nanti Om siapkan catur buat kita main bareng," ucap Papaku pada seseorang yang duduk membelakangi tempatku berdiri. Aku hanya mampu melihat punggungnya tapi dia seperti orang yang tadi aku temui.
"Siap Om," kata orang itu.
Bersambung...
.
Terima kasih ^_^
Bacanya sampe ikut deg-degan, seru banget, jadi penasaran gimana kelanjutannya, addeuh
BalasHapusowalah Alhmadulillah ditunggu ya kak kelanjutannya.. 😅
BalasHapus