Tentang Perjalanan

EDIT BY CANVA


Part 1

Aku tidak pernah menyadari akan kehilangan sosok yang paling berarti dalam hidup. Aku juga tidak menyadari kalau kehilangannya akan mendatangkan sosok yang lain.

Hari itu, aku tidak pernah menyadari akan terjadi sesuatu yang tidak pernah kuinginkan dalam hidupku. Hari dimana aku seperti kehilangan bagian dari separuh hidupku. Saat itu, kami dalam perjalanan ke luar kota, tapi naas justru pertemuan itu adalah pertemuan terakhirku dengan seseorang yang begitu aku sayangi.

"Maaf anak bapak tidak tertolong", ucap salah seorang dokter dari balik pintu suaranya bagaikan halilintar yang menyambar seluruh ruangan ini. Seketika tubuhku terbujur kaku begitu juga dengan orang tuaku, kami hilang kesadaran pikiran kami melalang buana tanpa arah dan tujuan.

"Maksud dokter gimana? Anak saya masih bisa ditolong kan dok, anak saya masih hidup dok?!", Teriak ayahku dengan nada sendu sambil memohon mohon pada dokter agar memeriksanya ulang.

"Anak bapak sudah kehilangan banyak darah karena benturan di kepalanya cukup parah", jelas dokter.

"Tidak mungkin, Dok!" Bantah ayahku tak terima. Kami semua yang melihat kejadian itu hanya bisa tertunduk haru sambil menahan isak tangis.

Arman Fauzi adalah adikku satu-satunya, saat itu usianya baru menginjak 5 tahun sebelum ajal menjemput. Aku tidak pernah menyadari hidupnya akan sesingkat ini, padahal aku belum sempat memeluknya untuk yang terakhir kali, bahkan akupun belum sempat mewujudkan harapannya untuk mengajaknya pergi ke taman bermain sekitar 5 kilometer dari rumah kami. Aku menyesal seharusnya aku mampu memenuhi keinginan sepele itu kalau saja aku mau mengutamakan adikku lebih dari kepentinganku. 

Tuhan...
Seperti inikah rasanya kehilangan seseorang yang begitu dicintai? Aku menyayangi adikku lebih dari aku menyayangi diriku sendiri. Seandainya waktu dapat kuputar kembali aku akan menggantikan posisi adikku, biar aku saja yang mengahadapi ajalku karena adikku masih terlalu muda untuk menghadapinya, perjalanan hidupnya masih begitu panjang dan dia pantas untuk tetap hidup.

¤¤¤

Hari ketiga setelah kepergian adikku, kami masih dalam keadaan berkabung. Banyak tetangga yang hadir untuk sekedar menghibur dan ada yang hadir untuk mendoakan. Tradisi di daerah kami selalu mengadakan tahlilan selama 7 hari 7 malam, di malam hari ketiga sepeninggal adikku disitulah awal pertemuanku dengan sosok yang begitu berarti.

Namanya Rahman, orang biasa memanggilnya Aman. Dia adalah salah satu dari aktivis masjid di daerahku, wajar saja kalau banyak yang mengenalnya, bukan hanya dari kalangan anak muda atau orang dewasa tapi ia juga dikenal oleh banyak orang tua. Selain karena ketampanannya, ia juga sangat baik dan sopan, ilmu pengetahuan agamanya tidak bisa diragukan karena sedari sd ia sudah dipondokkan ke pesantren oleh orang tuanya. Tidak jarang pula ibu-ibu di Masjid menawarkan anaknya sebagai calon Rahman, tapi Rahman menolak karena selepas lulus Mts ia ingin fokus terlebih dulu untuk belajar sambil membantu keluarga terutama ibunya yang kini hidup sendiri, orang tua Rahman bercerai sejak usianya masih 16 tahun, ia juga mempunyai seorang adik laki-laki yang usianya satu tahun lebih muda dariku.

Awalnya aku tidak begitu yakin kalau dia anak pesantren dia terlihat seperti pria yang lain hanya saja dia sedikit humoris dan suka anak-anak, aku tahu itu karena dia adalah guru ngaji bagi anak-anak di Masjid mulai dari anak TK hingga SD. Candaannya membuat para anak-anak itu seolah sulit untuk berpisah dari guru ngaji mereka, entah mantra apa yang ia buat sehingga anak-anak itu begitu betah berada di dekatnya.

Malam terakhir sepeninggal adikku, aku diajak oleh temanku untuk gabung sebagai aktivis remaja Masjid, tanpa ragu akupun langsung bergabung.
Sedikit demi sedikit aku mulai terbiasa. Bukan cuma bertambah teman baru tapi juga pengalaman baru, aktivitas baru semuanya aku jalani. Mulai dari acara kerja bakti, Markhabanan*, dan acara-acara lain di Masjid atau di luar Masjid.
 Semakin lama aku juga semakin mengenal semua teman-teman baruku, kakak kakak seniorku, kecuali Rahman. 

Aku tidak tahu apa yang membuatku begitu takut untuk mengenal Rahman, padahal dia orang yang ramah dan baik. Sejauh ini, aku belum yakin akan bisa mengenal Rahman seperti teman dan kakak seniorku yang lain.


Bersambung... 

Subscribe to receive free email updates:

3 Responses to "Tentang Perjalanan"

  1. Wah ada cinta yang tumbuh sepertinya ... Ditunggu kisah selanjutnya kak.

    BalasHapus
  2. Cinta selalu menemukan cara untuk tumbuh. Ditunggu selanjutnya kak

    BalasHapus