Manusia Sok Puitis: Tentang Gerimis Di Malam Minggu

EDIT BY CANVA


Tentang Gerimis Di Malam Minggu

Gerimis hujan mulai terdengar begitu syahdu.
Suasana begitu hening seakan-akan mulai membisu. 
Angin tak terasa hembusannya. 
Kilatan petir pun tak terlihat di balik mendung. 

Malam hari ini memang begitu kelabu.
Siapa sangka, malam yang begitu tenang akan kalah oleh berisiknya akal. 
Siapa sangka, sejuknya malam akan kalah oleh panasnya hati yang penuh gejolak kerinduan.

Tidak semua orang akan suka hujan. 
Tidak sepertiku yang akan selalu suka apapun yang kau lakukan.
Malam ini, hujan gerimis telah mengingatkanku tentang sebuah penantian.
Penantian yang dulu dan kini yang aku sesalkan. 

Aku tidak suka hujan.
Sebab, dinginnya membuatku tak nyaman. 
Tetesan airnya membuat tubuhku kebasahan. 
Suara berisiknya mengacaukanku dari ketenangan.
Dan hujan akan selalu membuatku terkenang pada luka yang menyakitkan. 

Semua itu tentang kamu... 
Hujan itu selalu mengingatkan tentang masa lalu yang begitu pilu. 
Andai kenanganmu tidak bersama hujan. 
Pastilah aku menjadi pengagum hujan.  

Tentang hujan kala itu... 
Masih teringat begitu jelas dalam ingatanku.
Ingatan seorang perindu yang belum sempat untuk bertemu. 
Meski tanpa temu, kamu selalu menjadi terpenting dalam setiap ruang kenanganku. 
Di mana setiap isinya hanya tentang perasaan.
Perasaan yang belum sempat tersampaikan.
Dari lubuk hati yang terdalam. 

Tentang hujan kala itu... 
Jika sempat ingin aku katakan padanya. 
Tentang sebuah kerinduan yang tak tahu kapan hilangnya. 
Sebab, kenanganmu masih begitu sulit untuk dilupa.
Semua itu terdengar begitu mudah.
Hanya perihal lupa, semua orang bisa melakukannya. 
Namun, tidak dengan semua kisah yang pernah terjadi sebelumnya. 

Pertemuan kita mencipta sebuah kisah.
Yang di dalamnya kamu dan aku tokoh utamanya.
Setiap yang kita lewati bersama itulah alurnya. 
Dan plot twis yang tercipta ketika kamu memutuskan hilang begitu saja. 
Membiarkan kisah yang belum sempat menemukan endingnya.
Namun, harus berakhir dengan terpaksa. 

Jika saja dalam sebuah peran aku sebagai tokoh utama. 
Maka kamulah antagonisnya. 
Atau mungkin diriku sendiri? 
Karena terlalu paksa menyembuhkan hati yang telah mati. 
Kamu yang salah atau aku yang salah? 
Karena terlalu menginginkan apa yang tidak bisa kumiliki. 

Aku tak pernah menyesal bertemu denganmu. 
Yang aku sesalkan kenapa aku tidak menjaga batasanku. 
Jika maksud candamu adalah agar aku terhibur, seharusnya aku tertawa.
Justru aku malah jatuh cinta.
Mengira bahwa pedulimu padaku berbeda.

Seharusnya aku sadar dari awal. 
Tidak semua kebaikan terlahir dari cinta. 
Tidak semua cinta memaksa untuk berbuat baik. 
Karena yang disebut cinta tidak akan mau melukai orang yang dicinta. 
Tetapi kamu justru menjadi alasan aku sangat terluka. 

Dengarlah suara hujan gerimis itu mulai terdengar lebih keras. 
Setiap tetesannya terdengar begitu nyaring dan berirama. 
Seperti sebuah instrumen, hujan gerimis seolah beralih fungsi sementara. 
Membiarkan para penikmat musik bernostalgia.
Sama sepertiku yang bernostalgia tentang dia.

Hubungan kita tak begitu istimewa. 
Barangkali aku yang terlalu tidak biasa-biasa saja, sehingga menyalah artikan maksud pedulimu adalah suka.
Maaf aku memang terlalu naif... 
Siapapun yang kuanggap baik akan selalu kukenang budi baiknya. 
Tetapi tentangmu sedikit berbeda.
Aku berharap kamu paham soal rasa. 
Nyatanya kamu hanyalah manusia yang tidak peka. 

Tentang hujan gerimis malam ini. 
Membuatku terkantuk, tetapi tidak dengan khayalanku yang telah berada jauh entah ke mana.
Membayangkan tentang kisah gerimis di malam yang sama beberapa masa sebelum ini. 
Lama sekali... 

Pada akhirnya... 
Semua ini tidak seluruhnya tentang hujan. 
Melainkan tentang kisah kamu yang tersembunyi di balik hujan. 
Hujan memberiku genangan. 
Tetapi kamu memberiku kenangan. 
Kenangan yang entah kapan dapat menghilang. 



#edisi_writers_block

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Manusia Sok Puitis: Tentang Gerimis Di Malam Minggu"

Posting Komentar