Tentang Perjalanan

EDIT BY CANVA


Part 2

Rahman meembacakan surat An-Nur ayat 31 beserta terjemahannya di depan semua para remaja putri termasuk denganku. Bukannya tersentuh aku justru merasa kesal dengan Rahman. Bagaimana tidak kesal, memangnya siapa dia yang bisa seenaknya menyuruh semua remaja putri mengenakan jilbab. Bahkan orang tuaku tidak pernah menyuruhku mengenakan jilbab, lalu siapa dia yang seenaknya memerintah, gerutuku dalam hati.

"Allah itu sangat memuliakan wanita, itu sebabnya Allah memerintahkan secara langsung dalam surat An-Nur ayat 31 dan surat Al-Alzab ayat 59, Allah memerintahkan agar wanita menutup aurat dengan mengenakan hijab", lanjut Rahman.

 "Ka bedanya jilbab, kerudung, sama hijab itu apa?", celetuk salah satu remaja di belakangku.

 "Ini yang sering keliru, jadi jilbab itu pakaian yang menutupi seluruh tubuh, sedangkan kerudung itu penutup kepala, kalau hijab itu satu kesatuan dari jilbab dan kerudung. Artinya, kalian bisa dikatakan berhijab kalau sudah mengenakan jilbab plus kerudung", jelas Rahman. Semua remaja mengangguk mengerti termasuk denganku.
Aku baru tahu kalau jilbab itu pakaian, gumamku dalam hati. Meski aku tidak suka ranah pembicaraannya, tetapi aku tidak memungkiri kalau aku baru paham perbedaannya. 

***

Pulang dari Masjid aku langsung menuju kamar dan merebahkan tubuhku di atas kasur. Waktu sudah menunjukkan pukul sepuluh malam, tetapi rasa kantukku belum juga muncul. Entah apa yang aku rasakan, tapi aku merasa sesuatu sudah terjadi padaku. Aku merasa seperti ada seseorang yang membisikkanku tentang ceramah Rahman di Masjid tadi. Ceramahnya masih terngiang di telingaku, sangat jelas sampai membuatku merasa takut.

"Ra kamu belum tidur?", ucap ibuku dari balik pintu kamar, sontak aku pun terkejut dan bangun dari posisiku.

"Ngga tau Ummi, Naura kayak ngerasa ada yang bisikkin telinga Naura", jelasku.

"Bisikin apa?", tanya ummi penasaran.

"Bisikin suruh pakai hijab", jawabku lagi sambil mengelus-elus telinga kananku yang berdenging.

"Bagus dong, itu artinya hidayah sudah sampai sama kamu", ucap ummi sambil tersenyum senang.

Ummi dan abiku sedari dulu memang menyuruhku mengenakan hijab hanya saja aku selalu merasa risih dan sungkan. Namun, keduanya tetap sabar dan tetap menasehatiku meski pada akhirnya aku tidak pernah menuruti nasehat keduanya.

"Ummi kok gitu sih, emangnya Naura salah apa kok pake dapet hidayah segala?" jawabku gusar.

"Kamu ini! Masa tidak sadar salah kamu apa? Salah kamu itu tidak berhijab!"

"Tapi ummi Naura sholat, puasa, zakat, sedekah pokoknya semuanya Naura lakuin masa masih kurang juga?" Protesku.

"Kamu tahu gelas kalau dilubangi terus diisi air kira-kira gelasnya terisi penuh atau kosong?"

"Ya jelas kosong ummi, pasti airnya keluar dari lubang-lubang gelasnya."

"Itu maksud ummi, kamu ibarat gelas yang berlubang itu."

"Jadi, karena Naura tidak mau pakai kerudung gelas Naura bolong-bolong begitu?", tanyaku berlagak polos. 

"Sudah malam nanti bisa dilanjutin besok."

"Iya ummi."

***

Malam berikutnya, seperti biasa aku berada di Masjid untuk mengaji bukan dengan Rahman tapi dengan guru ngaji yang lain. Selepas mengaji, aku langsung berbenah dan menuju keluar Masjid sambil menunggu adzan sholat isya berkumandang.

Aku duduk di depan teras Masjid. Mataku menerawang jauh memperhatikan anak-anak kecil yang sedang bermain.

"Naura sedang apa?", tanya seseorang di sampingku. Suaranya seolah tak asing lagi di telingaku. Aku spontan melirik ke arah sumber suara, menatapnya sekilas kemudian membuang muka. Aku merasa ada sesuatu yang sedikit berbeda. 

Bersambung... 

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Tentang Perjalanan"

Posting Komentar