Tentang Rasa (Part 2)
Ada banyak cara dalam mencintai seseorang...
Tapi kamu tidak akan pernah tahu, cara terbaik untuk melupakan seseorang.
Karena mencintai itu mudah, kamu hanya butuh waktu beberapa saat untuk timbulnya sebuah benih yang dinamakan cinta
Sedangkan untuk melupakan, kamu tidak bisa memaksakan benih itu lenyap begitu saja
Karena ibarat sebuah pohon yang tumbuh dari sebuah benih, ia akan terus berkembang sampai menjadi pohon yang kokoh dan menjulang tinggi
Pun sama halnya dengan cinta, jika benih sudah tumbuh maka tidak mungkin bagi cinta itu untuk terus berkembang
Dan jika cinta sudah berkembang, maka melupakan adalah hal tersulit bagi hati untuk tidak merasa kehilangan...
-p216-
-----
Part 2
Beberapa minggu kemudian....
Semilir angin menerpa dedaunan di halaman kampus. Sesekali hembusannya menerbangkan ujung kerudung Alifa yang terjuntai panjang. Seperti biasa ia selalu sibuk memainkan ponsel sambil mendengarkan musik. Alifa duduk di pinggiran Masjid kampus sambil menunggu kabar dari temannya, karena hari ini semua mahasiswa dari jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia mengadakan musyawarah bersama untuk memilih ketua himpunan jurusan yang baru.
Alifa tidak begitu tertarik dengan pemilihan itu, jadi jangankan untuk mengetahui kapan acara dimulai ia sendiri bahkan tidak tahu siapa saja kandidat dari para calon ketua yang baru.
Di tengah keramaian, Alifa dan teman-temannya berkumpul di salah satu ruangan kelas yang telah disiapkan untuk acara musyawarah besar. Alifa bersama temannya Nirmala duduk di barisan paling belakang dan paling jauh dari tempat panitia. Sambutan demi sambutan telah disampaikan, kini saatnya para kandidat calon untuk maju ke depan untuk memberikan sepatah dua patah tentang visi-misi mereka.
Kandidat pertama maju dengan percaya diri, penuh wibawa dan semangat yang tinggi, tapi fokus Alifa masih pada ponsel yang ia pegang. Sampai saat tiba kandidat yang kedua, Alifa tercengang dengan orang yang ada di depan audiens. Wahyu adalah kandidat kedua itu, tapi Alifa tidak terkejut karena Wahyu melainkan terkejut karena sosok yang tepat berada di samping Wahyu.
"Kok wakilnya dia sih?!", tanya Alifa dengan rasa penasaran yang tinggi.
"Emang kenapa? Cemburu?", tanya Nirmala yang duduk di samping Alifa.
"Iya!", ucap Alifa keceplosan.
"Eh bukan gitu maksudnya kok bisa ada wakil perempuan?", ucap Alifa lagi saat menyadari ia hampir saja keceplosan.
"Ya kan apa salahnya perempuan, dulu kan presiden Indonesia juga ada yang perempuan", celetuk Nirmala.
"Ya kenapa harus orang itu?", tanya Alifa penuh penekanan.
"Siapa sih yang tidak kenal Kak April? Secara dia itu kan orangnya pinter, rajin, aktif di organisasi, cantik, putih, glowing, semampai, kaya, baik, ramah, kurang apa lagi coba dia? Dia itu salah satu bukti nikmat Tuhan mana lagi yang kamu dustakan", jelas Nirmala panjang lebar dengan gaya bahasa khas orang membaca puisi.
"Ah lebay! Kamu belum tau aja sifat aslinya gimana", ucap Alifa sambil menatap sinis ke arah April orang yang sedari tadi mereka bicarakan.
"Eh jangan begitu! Benci boleh aja, tapi jangan hasut orang untuk membenci juga. Inget kan kata sayyidina Ali bin Abi Thalib, bencilah seseorang sewajarnya saja karena bisa jadi suatu saat ia akan menjadi orang yang paling kamu cintai", tutur Nirmala, Alifa hanya manggut-manggut mendengarnya.
"Masa iya sih aku mau cinta sama sesama perempuan", ujar Alifa.
"Ya kan makna cinta itu tidak semua harus dikaitkan soal hubungan pernikahan, cinta kan bisa dikaitkan dalam hubungan persaudaraan atau juga keluarga", jelas Nirmala kali ini nada khas seperti seorang guru yang mengajarkan anak didiknya.
"Siap bu guruuu, udah ah ngobrol sama kamu ujung-ujungnya nasihat mulu, udah kayak kultum aja tiap ngobrol", keluh Alifa mengalihkan perhatiannya ke arah lain, sementara Wahyu dan April sudah duduk di tempat.
"Aku cuma berusaha ingin menjadi manusia yang bermanfaat untuk manusia lain", ucap Nirmala sambil tersenyum simpul. Dia adalah sahabat terpolos dan paling terbaik yang pernah Alifa kenal. Selain karena mereka berdua satu frekuensi, sama-sama suka literasi, mereka juga suka menggambar dan fotografi. Jadi walaupun sedikit menyebalkan tapi tetap saja Alifa sudah mengerti tentang sifat dan sikap Nirmala dan bagaimana ia harus bersikap untuk menerima Nirmala apa adanya pun dengan sebaliknya.
Setelah rentetan acara berlangsung dengan khidmat, akhirnya tibalah pada pengumuman dan kesimpulan bahwa ketua umum yang baru untuk HIMA jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia adalah Wahyu dengan wakilnya bernama April.
Setelah acara selesai, Nirmala dan Alifa pergi ke ruang kelas. Mata kuliah kali ini akan diisi dengan mata kuliah Pendidikan Kewarganegaraan, mata kuliah yang paling membosankan untuk Alifa, selain karena tidak terlalu minat dengan dunia politik Alifa juga tidak begitu suka dengan cara pembawaan dosennya yang serba mengkritik pemerintah. Ya mungkin namanya juga kebebasan pers, jadi wajar saja kita untuk mengkritik, yang tidak wajar itu kalau kita hanya bisa mengkritik tanpa bisa menjelaskan apa alasan dari kritik yang kita utarakan, kalau hanya sekedar tidak suka dengan orangnya lalu apa manfaatnya? Eh jadi ke politik kan... :D
Setelah menunggu tidak begitu lama, seorang pria masuk dengan gagah dan penuh percaya diri. Para mahasiswi saling berbisik dan tersenyum salah tingkah karena kedatangan orang itu. Alifa yang merasa penasaran langsung ikut menoleh ke arah orang yang baru saja masuk itu.
"Kenapa sih kalian? Ngeliat Pak Roni aja sampai segitunya?", tanya Alifa pada teman-temannya sambil berbalik ke arah pria yang mencuri perhatian semua mahasiswi.
"Eh dia kan....!? ", ucap Alifa mengingat-ingat seseorang sambil refleks memukul meja. Orang itu langsung melihat ke arah Alifa yang memandanginya dengan tatapan tidak percaya.
Bersambung....
0 Response to "Tentang Rasa (Part 2)"
Posting Komentar