Novel Tentang Hati: Part 3



Nadira sedang mempersiapkan buku-buku yang akan ia bawa ke kelas. Sebelum beranjak pergi, kepala sekolah memberikan pengumuman bahwa akan ada guru matematika baru sebagai pengganti guru lama yang sudah pensiun.

"Mohon maaf mengganggu waktu rekan semua, saya mau menginformasikan bahwa hari ini kita akan kedatangan guru matematika baru sebagai pengganti Pak Jimi," tutur ibu kepala sekolah-Kania. Semua guru saling pandang mendengar penuturan kepala sekolah.

"Semoga saja guru nya laki-laki siapa tau jodoh sama aku," Irma berbisik pada Nadira.

"Ngarep kamu!" Cibir Nadira.

Karena melihat mereka berdua asyik mengobrol kepala sekolah meminta Nadira dan Irma yang bertugas memperkenalkan lingkungan sekolah pada guru baru.

"Saya titip guru baru nya ya Bu Nadira, sekalian ajak berkeliling supaya tahu lingkungan sekolah kita, bisa kan Bu?" Tanya Kania dengan nada sedikit memaksa.

"Bisa Bu", jawab Nadira terpaksa sambil melirik ke arah Irma karena merasa kesal.

"Kurang lebih dua jam lagi guru baru akan datang, jadi mohon disambut dengan baik ya semuanya, hari ini saya ada rapat di kantor dinas," ucap Kania lagi.

"Baik Bu," semua guru serentak menjawab.

-----


"Dua jam lagi aku ada kelas Ra, sepertinya tidak bisa temani kamu," timpal Irma pada Nadira.

"Gara-gara kamu sih! Bu Kania jadi suruh aku kan!" Seru Nadira mendengus kesal.

"Oke-oke! Aku minta maaf. Pulang sekolah aku traktir kamu makan di luar gimana?" Tanya Irma membujuk.

"Awas ya kalo batal! Jawab Nadira.

"Siap bos!" Kata Irma sambil berlalu pergi.

-----

"Permisi, saya mau cari yang namanya Bu Nadira dimana ya?" Tanya seorang wanita cantik berkulit putih dengan tinggi semampai dengan Nadira.

"Saya Nadira, ada keperluan apa ya?" Tanya Nadira.

"Saya Kiara, guru matematika baru yang ditugaskan disini," jawab wanita cantik yang bernama Kiara itu.

"Oh Bu guru baru, saya kira orang tua murid. Maaf yah bu," Nadira menjabat tangan Kiara.

"Iya tidak pa-pa Bu", jawab Kiara.

"Maa syaa Allah ibu cantik banget ya, mari bu saya bawa berkeliling," puji Nadira sambil membimbing jalan.

"Bu Nadira terlalu memuji, Ibu juga cantik kok. Sudah punya suami?" Tanya Kiara, Nadira yang mendengar tiba-tiba teringat sosok Arsyad yang selama ini ia tunggu.

"Hahaha, suami dari mana bu? Masih nyaman sendiri. Ibu sendiri sudah punya? " Tanya Nadira balik.

"Alhamdulillah sudah," jawab Kiara.

"Oh semuda ini sudah berumah tangga rupanya, wajar sih ibu Kiara cantik pasti suaminya juga ganteng," Nadira menggoda, Kiara yang mendengarnya terkekeh.

"Bu Nadira sudah lama mengajar disini?" Tanya Kiara.

"Setelah lulus saya langsung melamar kesini Bu, jadi baru satu tahun kayaknya," jawab Nadira.

"Kita seangkatan dong."

"Kalau saya lulusan dari kampus swasta, kalau Ibu pasti dari kampus negeri?" Tanya Nadira.

"Kok tau?"

"Asal tebak saja. Mari bu saya antar ke perpustakaan, disana banyak buku-buku yang baru datang dari penerbit," ajak Nadira.

-----

Waktu berlalu dengan cepat, Nadira menunggu Irma di parkiran sesuai janji. Mereka berdua akan pergi ke tempat makan langganan. Tapi yang ditunggu tidak juga memunculkan batang hidungnya.

Saat Nadira sibuk memainkan ponselnya, tiba-tiba dari arah gerbang terdengar suara klakson sepeda motor menuju ke arah parkiran. Nadira melihatnya sekilas, seorang pria muda mengenakan helm berwarna hitam dengan setelan kemeja kotak-kotak berwarna putih.

"Assalamu'alaikum," ucap pria tersebut dengan suara ciri khas yang tidak asing bagi Nadira.

"Wa'alaikumussalam warahmatullah wabarakaatuh," jawab Nadira menoleh ke arah pria yang mengucapkan salam. Nadira terkejut bukan main sesaat setelah melihat pria itu, air matanya hampir jatuh ke pipinya. Nadira termangu.

"Arsyad?" Nadira sendu, antara ingin menangis dan tersenyum semuanya bercampur aduk.

"Kamu Nadira?" Tanya Arsyad memastikan.

"Iya, aku Nadira," jawab Nadira.

"Apa kabar?".

"Kabar baik, kamu sendiri bagaimana?" Tanya Nadira balik.

"Baik juga, maaf yah waktu itu sempat merepotkan kamu untuk kirim surat kelulusan ke pos."

"Tidak pa-pa kok Arsyad, tapi kenapa kamu tiba-tiba pindah ke luar kota? Nomor ponsel kamu juga tidak bisa dihubungi?" Tanya Nadira matanya menatap lekat sosok yang selama ini ia nantikan, seolah tidak ingin melepaskan lagi seseorang yang sangat begitu berarti untuknya.

"Kalau itu ceritanya panjang Ra," jawab Arsyad lembut dengan senyuman khasnya.

"Aku bersedia kok denger ceritanya walaupun sehari penuh," timpal Nadira sembari terkekeh pelan. Di tengah perbincangan mereka, seorang wanita datang mendekat. Nadira terpana melihat kedekatan Arsyad dengan orang itu. Apa yang terjadi? Siapa dia bagi Arsyad? Nadira memandangi satu persatu Arsyad dan wanita itu. Diantara mereka berdua ada kehangatan tersendiri, perasaan yang terpancar dari satu sama lain.

"Arrrgghhhh....!" batin Nadira menjerit dalam hati.

"Eh ternyata Bu Nadira. Kenal ya sama Arsyad? Ini loh Bu suami saya, yang Ibu bilang ganteng," jelas Kiara sambil tersenyum. Wanita yang berbincang akrab dengan Arsyad adalah Kiara.

Arsyad dan Kiara kompak memandangi Nadira yang berdiri mematung. Nadira tidak bisa berkutik setelah mendengar penjelasan dari Kiara. Air matanya tidak sanggup lagi ia tahan. Kalimat yang tidak ingin ia dengar ternyata menjadi kenyataan. "Suami?", haruskah kata itu membanggakan untuknya? Wanita yang baru ia kenal setengah hari.

Di tengah suasana yang begitu canggung, dan suasana hati Nadira yang mulai berkecamuk, Irma datang di waktu yang tepat, kedatangannya seperti pahlawan dikala air mata yang sudah hampir tertumpah.

"Maaf Ra aku telat, tadi ada murid yang telat dijemput, kamu tidak marah kan?" Tanya Irma sambil mengguncang tubuh Nadira yang mematung, matanya tertunduk lekat menatap tanah sambil menahan air mata yang mulai menumpuk di pelupuk matanya. Irma melirik ke arah dua orang di depan Nadira.

"Mereka siapa?" Tanya Irma kebetulan ia juga belum tahu kalau Kiara adalah guru matematika baru di sekolah mereka. Belum sempat terjawab Nadira langsung menarik lengan sahabatnya dan pergi.

"Maaf ya, kita lagi buru-buru. Assalamu'alaikum!", ucap Nadira tegas.

"Eh bentar dong, motornya!" Seru Irma, Nadira spontan langsung melepas tangan Irma. Irma yang melihat perubahan sikap Nadira hanya bisa diam meski banyak sekali yang ingin ia tanyakan. Dalam beberapa menit mereka melaju berboncengan dengan kecepatan normal.








Duh gimana dong rasanya author juga tidak sanggup tahan air mata... Eaa... 🤭🤭🤭

Siap siap ya kedepannya akan ada part yang mengandung bawang lagi... 😄

Terimakasih sudah mampir.. 🙏
Jazaakumullah khairan... ^_^

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Novel Tentang Hati: Part 3"

Posting Komentar