Novel Tentang Hati: Part 2

 


Flashback On

"Ehem, yang lagi senyum-senyum sendiri kenapa nih?", Zulfa berdehem dengan keras, dia adalah sahabat Nadira sekaligus teman semeja di kelas.

"Eh kamu Zul, kirain siapa!", timpal Nadira tidak jadi menyembunyikan buku di tangannya.

"Dibilangin jangan panggil Zul!", keluh Zulfa ia selalu protes saat Nadira memanggilnya dengan sapaan Zul, seperti nama cowok katanya.

"Siap Ulfaaa..", ucap Nadira sambil menggoda sahabatnya itu.

"Buku dari siapa nih kayaknya spesial banget dielus mulu?", tanya Zulfa sambil merebut dengan paksa buku yang ada digenggaman Nadira.

"Tidak perlu dijawab kamu juga sudah tau kan?", jawab Nadira sambil berusaha meraih buku di tangan Zulfa.

"Laa Tahzan for women, kayaknya menarik nih, aku pinjam ya?", tanya Zulfa sambil merebut paksa buku Nadira dan berlari ke arah pintu kelas.

"Jangan Ul! Aku belum selesai baca!", seru Nadira mengejar Zulfa belum sempat terkejar tidak sengaja Nadira hampir bertabrakan dengan Arsyad. Arsyad yang melihat tingkah konyol kedua bestie itu hanya tersenyum simpul.

"Maaf Arsyad", kata Nadira sambil menundukkan kepala dan segera berlalu karena tidak tahan menahan malu.

"Tidak pa-pa Ra. Oh ya Ra, jangan lupa kerjain tugas fisika kemarin yah", jawab Arsyad. Nadira paling lemah dalam pelajaran fisika itu sebabnya Arsyad dengan senang hati membantu Nadira padahal Nadira tidak memintanya sama sekali.

Arsyad adalah salah satu tipe cowok idaman di sekolah, semua penggemarnya dari kalangan perempuan entah adik kelas atau pun sebaya mereka berusaha untuk mendekati Arsyad, tapi Arsyad yang dingin dan beku memang tidak mudah di dekati kecuali oleh Nadira.

-----

Nadira dan Arsyad sudah saling kenal sejak pertama masuk SMA. Nadira yang pendiam tidak sengaja bertemu Arsyad yang dingin. Pertemuan itu berlangsung tidak lama, saat malam pengenalan lingkungan sekolah mereka berdua dipasangkan dalam tim yang sama untuk memecahkan teka-teki dari senior. Seiring berjalannya waktu mereka berdua jadi lebih akrab.

Arsyad pria yang dingin di luar tapi hangat di dalam. Tidak suka bergaul dan tidak banyak bicara. Ia juga hanya memiliki satu teman perempuan yaitu Nadira.

"Ra, kamu pernah kepikiran buat nyatain perasaan kamu ke Arsyad?", tanya Zulfa serius sambil memainkan pensil di tangan.

"Tidak pernah, emangnya kenapa?", jawab Nadira tangannya sibuk menulis catatan di buku.

"Tapi cukup keliatan sih, kayaknya Arsyad juga suka sama kamu", ungkap Zulfa sedikit berbisik

"Sok tempe kamu!", kata Nadira sambil menahan pipi yang mulai memerah menahan malu.

"Yah kamu lihat saja, Arsyad peduli banget sama kamu, fisika diajarin, sering dianter kalo pulang, kemarin juga kasih buku buat kamu, emang itu tandanya apa kalo bukan suka?", ucap Zulfa panjang lebar.

"Iya juga sih Ul, tapi aku tidak mau kepede-an apalagi buat inisiatif ungkapin perasaan, mau ditaruh dimana harga diriku Ul?", tanya Nadira serius.

"Jaman sekarang masih mikir soal harga diri, kuno kamu!".

"Jelas dong! Aku kan cewek harus berani jual mahal!", tukas Nadira semangat.

"Terus saja jual mahal nanti Arsyad ada yang gebet baru nyesel kamu!".

"Jangan dong! Kamu kan tau aku udah suka Arsyad dari kelas sepuluh, butuh perjuangan buat sedeket ini sama dia", keluh Nadira sambil menghela nafas panjang.

"Kamu nya sih sok jual mahal!".

"Maksud aku bukan begitu Ul. Aku tidak mau pacaran, takut dosa! Jadi lebih baik ikutin alurnya aja, kalau jodoh yah Alhamdulillah kalo bukan ya semoga Allah jodohkan", ucap Nadira sedikit terkekeh.

"Maksa banget kamu! Tidak mau pacaran tapi deket, pulang bareng, ngobrol bareng emang itu bukan dosa ya?", timpal Zulfa kode keras.

"Arghhh... Kamu bener!", jawab Nadira sambil menutup kedua matanya malu.

"Makanya mumpung ada kesempatan ungkapin saja. Kalo iya dia suka sama kamu, kan bisa komitmen saling tunggu sampai sama-sama sukses terus nikah. Kalau dia tidak suka paling tidak perasaan kamu kan pasti lega", jelas Zulfa, Nadira manggut-manggut mengiyakan.

"Tapi harus selama itu ya saling tunggu? Sekarang saja SMA belum lulus."

"Terserah kamu lah! Aku bingung mau ngomong apa lagi yang penting sebagai sahabat aku sudah ingetin kamu buat milih", jawab Zulfa sambil berlalu pergi.

"Kamu kok begitu sih! Kan belum selesai ngobrolnya main kabur aja!", keluh Nadira manja pada sahabatnya.

-----

Hari-hari berlalu dengan cepat, masa SMA tinggal menghitung hari. Pengumuman kelulusan akan segera diumumkan. Nadira berusaha memberanikan dirinya untuk mengungkapkan perasaan pada Arsyad tepat setelah pengumuman kelulusan.

"Yeay, Lulus...!!!", sorak semua siswa-siswi saat berfoto bersama sambil melempar topi masing-masing ke udara.

"Cari siapa Ra?", tanya Zulfa sambil menepuk punggung Nadira sampai terkejut.

"Kamu lihat Arsyad? Dari pagi aku belum lihat dia soalnya", jawab Nadira sambil terus mengamati siswa yang berada dikerumunan laki-laki.

"Arsyad tidak masuk hari ini", jawab Zulfa, Nadira langsung menatap Zulfa tidak percaya. 

"Kok bisa? Kenapa? Kamu tau dari mana?", tanya Nadira khawatir.

"Tau dari Pak Heri, katanya Arsyad sama orang tuanya pindah ke luar kota hari ini. Beasiswa dia juga tidak jadi diambil padahal sayang banget kampus sekelas IPB kan favorit", jelas Zulfa ir.

"Mendadak banget pindahnya? Tapi Arsyad tidak kasih kabar apa-apa ke aku? Dia pindah kemana?", tanya Nadira dengan sekali tarikan nafas.

"Satu-satu dong pertanyaannya, bingung aku!".

"Aku tanya ke Pak Heri saja kalau gitu", kata Nadira, guratan kesedihan dan kecewa terpancar diwajahnya.

Belum sempat sampai di kantor Pak Heri memanggil Nadira dari arah lain.

"Kebetulan Pak Heri disini", ucap Nadira, belum selesai bicara Pak Heri langsung memotong pembicaraan.

"Bapak mau minta tolong, nanti kamu bawakan surat kelulusan punya Arsyad ya, soalnya Arsyad yang pesen ke Bapak buat dititipin ke kamu, nanti kamu yang kirimin ke alamat nenek Arsyad lewat pos, katanya kamu tau alamatnya?", ungkap Pak Heri.

"Iya Pak tahu, tapi Pak!", jawab Nadira ragu.

"Kenapa Nad?".

"Bapak tahu tidak Arsyad pindah kemana?", tanya Nadira.

"Kalau itu Bapak kurang tahu. Kalau kamu bisa nanti bujuk Arsyad juga ya, jangan sampai ditolak beasiswa nya kan sayang sekali", jawab Pak Heri.

"Baik Pak, nanti Nadira usahakan", jawab Nadira lirih.

Flashback Off







Part ini cerita tentang masa lalu Nadira yah jadi kita flashback dulu ke masa Nadira waktu SMA... 😊


Terimakasih sudah mampir ya.. 🙏


Jazaakumullah khairan^_^




Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Novel Tentang Hati: Part 2"

Posting Komentar