Mencintaimu Tanpa Kata

EDIT BY CANVA


-Bab 2-

Sebuah epilog tanpa prolog, aku menyebutnya demikian... 
Karena aku sadar bahkan hubungan itu belum dimulai tapi sudah kehilangan kesempatan untuk memulai. Bukan lagi kesempatan tapi sudah tidak ada harapan. 

Siang hari itu aku dengan khusyu' mengajar murid-muridku di salah satu madrasah tempatku tinggal. Sampai suatu ketika ada seorang anak mendatangiku sambil berbisik, ditengah kegaduhan suasana kelas ia mulai membisikkanku beberapa kalimat, yang sampai saat ini masih kuingat dengan jelas. 
Sebuah kalimat yang muncul bagaikan petir yang menyambar disiang bolong. Mengejutkanku tanpa aba-aba, dan tanpa pemberitahuan terlebih dahulu. 

"Mbak. Kak Riski mau nikah loh, mbak hadir nggak nanti?", tanya muridku dengan polosnya. 

Mendengar kalimat itu, aku merasa seluruh atmosfir di bumi tiba-tiba berhenti begitu saja, yang terdengar hanya suara detak jantung yang sudah mulai berantakkan. Aku diam dalam lamunan. Dalam hati aku berkata, mungkinkah aku pengantin wanitanya? Ya, mungkin aku terlalu percaya diri tapi pada kenyataannya itu adalah sebagai pengobat hati agar aku mampu menguatkan diri. 

Kuat, kamu tidak bisa menangis disini! Jangan biarkan muridmu tahu kalau kamu terluka hanya karena kalimat itu! Jangan biarkan orang lain tahu, bahwa kamu selemah itu! Pekikku dalam hati sambil terus berusaha tersenyum palsu ke arah semua wajah yang memandangku dengan lugu. 

Pulang ke rumah, aku langsung mengunci diri di dalam kamar. Menjerit sejadi-jadinya namun kututup rapat menggunakan bantal, karena aku tidak ingin ada yang mengganggu isak tangisku. Biarkan air mata itu meluncur bebas dari pipiku, karena sudah tidak ada lagi kata yang mampu kuungkapkan atas segala kekeluan dalam dada.

Beberapa saat setelah itu notif pesan masuk muncul dari layar ponsel, kulihat sekilas nama pengirimnya.

"Dek Nisa, teteh mau sampaikan kabar bahagia kira-kira dek Nisa sudah tahu belum ya kalau Riski mau menikah?", tulis seseorang itu di pesan sambil mengirimkan sebuah gambar. Gambar itu adalah undangan pernikahan. Terpampang jelas nama pengantinnya disana. 

Riski & Riri

Saat itu apakah kamu percaya?
Tangisku pecah, pipiku sudah banjir air mata. Aku ingin marah tapi pada siapa? Apakah pada cinta yang telah datang pada orang yang salah? Atau pada waktu yang telah mempertemukanku dengannya? 

Tangis itu semakin pecah saat kubaca dan tertera tanggal diberlangsungkan pernikahan itu adalah tiga hari ke depan. Secepat itu? Secepat itu dia menjadikanku orang asing dalam hidupnya. Secepat itu dia menghadirkan orang baru dalam kehidupannya. 

Terlintas dalam benakku kenapa tidak aku katakan saja bahwa aku mencintainya, bahwa aku menunggunya, menunggu ia datang ke rumah untuk membawa kabar atas keseriusannya? Kenapa tidak aku katakan dari awal, bahwa aku telah lama mengaguminya dalam diam, diam hingga aku pun merasa malu untuk berkata apa adanya.

Tapi penyesalan itu sudah tidak berarti. Dalam hitungan hari rasa itu harus ku bunuh mati, meninggalkan bekas yang tak akan mudah untuk sembuh. Penyesalan itu sudah tidak bisa aku putar kembali. Semua waktu kebersamaan itu seolah tidak pernah terjadi. Sekarang dan masalalu, kamu hanyalah orang asing yang singgah bukan untuk sungguh. Karena pada akhirnya pelabuhan terakhirmu bukan aku.

---

Pada akhirnya harapan untuk memilikimu hanya menjadi semu. Harapan untuk dimilikimu hanya menjadi angan palsu.

Kupikir semua akan berjalan sesuai rencana, asal aku percaya bahwa semua yang terjadi tak lepas dari skenario Sang Maha Kuasa. Tapi ternyata takdir dengan begitu indah mengantarkanku pada sebuah kenyataan. Kenyataan bahwa kamu bukan diciptakan untukku. Bahwa aku tidak diciptakan untuk melengkapimu. 

Setiap waktu yang kulalui bersamamu kini hanya tersisa kenangan semata. Semakin aku mengingatnya, semakin besar rasa sakit itu dalam dada.

Karena aku dengan bodohnya telah mencintai orang yang salah. Aku dengan bodohnya mencintaimu tanpa kata. Aku berlagak mulia berharap kisah cintaku seindah kisah cinta sayyidina Ali dan sayyidatina Fatimah yang saling mencintai dalam diamnya. Berharap cintaku tidak hanya sepihak saja. Berharap cinta itu mendapat feedback yang sama.

Pada akhirnya, mencintaimu tanpa kata telah mengantarkanku pada satu titik kesimpulan, bahwa memendam rasa adalah sebuah gejala awal sebelum datangnya penyakit yang lebih serius. Jadi sebelum penyakit itu muncul maka lebih baik hilangkan saja gejala itu. Hilangkan saja perasaan itu. Karena kamu tidak akan pernah tahu hati mana yang sebenarnya akan menjadi milikmu. Kamu tidak akan pernah tahu hati mana yang sebenarnya sedang ia tunggu.

Bersabarlah jika memang rasa itu sudah berada pada puncaknya, sebagai seorang wanita memang tidak bisa dengan mudah menepis cinta begitu saja. Karena sebagai seorang wanita hatimu akan luluh hanya karena beberapa perhatian saja. Tapi disitulah tantangannya. Tantangan untuk menjaga hati agar benar-benar jatuh pada hati yang pantas untuk dimiliki.

Bersabarlah... 
Karena hakikat jodoh adalah saling menemukan, saling memantaskan, bukan saling mempertahankan, karena pada akhirnya yang dipertahankanpun bisa putus ditengah jalan.

Bersabarlah... 
Karena kamu akan menemukan orang tepat jika nanti kamu sudah siap, meski bukan dia orang yang selama ini kamu tatap. Meski bukan dia orang yang selama ini selalu kau sebut dalam doa. Karena bisa jadi ada yang menyebut namamu juga dalam doanya. 

Mencintaimu tanpa kata... 
Pada akhirnya, mencintai itu hanya mengantarkanku pada luka. Tapi sekaligus sebagai pembelajaran awal bahwa seharusnya aku bisa lebih pandai dalam menjaga soal rasa. Agar rasa itu tidak ditempatkan pada waktu dan orang yang salah. 

Mencintaimu tanpa kata... 
Pada akhirnya mengantarkanku pada satu titik dimana seharusnya waktuku lebih banyak dipergunakan untuk memantaskan diri, bukan untuk menanti yang tidak pasti. 

Mencintaimu tanpa kata... 
Pada akhirnya aku cukup sadar, bahwa apa yang aku anggap baik tidak sepenuhnya baik untukku miliki. Namun dia ada sebagai pelengkap kisahku agar jauh lebih berarti... 



Bersambung... 



Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Mencintaimu Tanpa Kata"

Posting Komentar